Dear Readers...

Dear Readers...
Sebelumnya makasih banyak-banyak buat semua yang udah sempetin mampir ke blog ini,, sebenernya entah apakah blog ini bisa berguna atau ngga buat teman-teman semua atau ngga,, soalnya yang saya tulis disini cuma sekedar apa-apa yang saya pikirin dan rasain,, :) Blog ini pun sebenarnya kelanjutan dari blog saya sebelumnya yang ini -- click >>> blog.

selamat membaca.. semoga berguna yaa,, ^_^ dan terima kasih..

Senin, 16 April 2018

Cerita lalu

Kisah itu bermula saat beberapa bulan aku menikah, waktu itu bulan Maret 2015. Pada bulan itu ternyata aku positif hamil, senang bahagia, bersyukur. Namun diwaktu yang sama badanku merasa sinyal2 tidak sehat, demam, pusing, mual, yang awalnya kupikir merupakan tanda2 masuk angin dan belakangan baru kusadar bahwa itu adalah tanda2 awal kehamilan.

Kehamilanku saat itu ternyata tidak semulus perkiraanku, Mei 2015 dokter menyarankan utk Kuret karena janin yg ada didalam kandunganku tidal berkembang. Usia janin yang seharusnya berumur 9 minggu masih berukuran 7 minggu. Mencoba mencari dokter lain sebagai second opinion ternyata tidak mengubah keadaan dan membuatku mendapat alasan yang lebih jelas ttg alasan harus dikuretnya kandungan berusia 2 bulan ini.

"Kandungan nya sudah banyak yang lepas dari dinding rahim pak.. sudah lebih dari 50%. bapak lihat, ini yang masih ada aliran darahnya, masih melekat dengan dinding pak, yang ini sudah tidak ada aliran darahnya, sudah lebih banyak dari yang masih ada. Aliran darah ini ibaratnya jalur makan pak..nanti asupan makanannya akan kurang"

Setelah mendapat jawaban yang sama dari dokter kedua akhirnya memang ternyata kuret adalah keputusan terbaik dalam kondisi ini. Sedih, marah, kecewa, takut, ya semua campur aduk saat itu. Tapi aku harus kuat, aku harus tetap semangat.

Ternyata proses kuret itu tidak semudah yang kubayangkan dan sesederhana seperti semudah perkataan dokter. Aku mengingat jelas saat itu aku harus menginap 1 hari sebelumnya utk melakukan tindakan pemasangan laminaria utk membuka jalan lahir agar mempermudah proses kuret dilakukan. Aku juga ingat betul pemasangan kateter yang dilakukan tanpa dilakukan bius. Awalnya menurut dokter, idealnya laminaria dipasang tanpa melalui proses anestesi. Tapi ternyata aku tidak bisa melewati proses itu dan dokter merelakan agar aku dapat di anestesi utk tindakan. Aku juga masih ingat saat dokter anestesi dengan nyinyir nya mengatakan
"Bu.. kalau pasang ini mah harusnya ngga usah dibius bu.. tahan aja.. sakit dikit doang"
Dokter obgyn yang kala itu mungkin mengetahui ketakutanku hanya senyum dan mengatakan
"Kasian dia kesakitan. Yuk..yukk.. ngga papa yuuk"
Dan seketika aku tertidur..

Saat bangun, aku sudah kembali keruang observasi. Dingin, tdk enak, sakit, sangat tidak enak. Menurut suster rasa tdk enak itu krn ada laminaria yg masuk dan sdg proses membuka jln lahir utk tindakan kuret besoknya. Besoknya.. iya.. aku hrs menahan sakit ini hingga besok, sampai semuanya selesai, sampai tindakan benar2 dilakukan. Takut, sedih, sakit, saat itu semua rasa menjadi satu. Hanya doa dan harapan yang saat itu menjadi penguat.

Akhirnya the Big Day.. kembali saya masuk keruang operasi, kemudian di anestesi total, tertidur pulas dan terbangun kembali di meja operasi. Semua sudah selesai, namun rasa tidak nyaman masih ada, memang tidak separah kemarin. Dan belakangan baru aku tahu itu rasanya menggunakan kateter.. rasanya seumur2 tak mau lagi aku menggunakan alat itu.. walaupun akhirnya belakangan  harus sekian kali aku lagi dan lagi menggunakannya.

Setelah kateter dilepas, barulah aku merasa lebih baik. Sudah mulai bisa berjalan, beraktivitas. Saat dirawat beberapa hari itulah aku mulai berkenalan dengan suasana rumah sakit, mulai melihat bagaimana suasana melahirkan, normal, sectio, bagaimana mereka menangani bayi2 mereka.

Krn saat itu aku dirawat dikelas 3 yang jumlah tempat tidurnya ada banyak, aku ingat ada salah satu ibu2 baru saja melahirkan dan bayinya sedang room-in(ada didalam kamar) dan saat itu merupakan jam besuk. Saat itu tiba2 saja bau rokok menyeruak didalam kamar, aku saja yang saat itu tidak punya bayi rasanya khawatir, bagaimana perasaan mereka yang bayinya baru saja lahir..? Sepertinya ada salah satu penjenguk yang tidak paham, mungkin sebelum naik ia sempat merokok dibawah. Mungkin ia tidak paham bahwa bau rokok itu mengganggu kami, dan para bayi tentunya. Setelah kejadian itu aku berbisik ke suami, bertekad saat hamil nanti dan melahirkan, aku berdoa agar diberikan rjeeki lebih agar tdk mengalami kejadian seperti ini.

Akhirnya setelah beberapa hari aku diperbolehkan pulang dan beristirahat dirumah. Jangan tanya kondisi mentalku saat itu. Rasanya enggan masuk kantor utk menjawab satu persatu semua pertanyaan yang muncul nnt.. ya.. itu cukup me
Membuatku trauma..takut menghadapi kehamilam sebelum melewati 9 minggu..
Hingga saat ini..

Bersyukur aku memiliki suami yg luar biasa sabar dan membantuku melewati ini semua. Entah tanpa semangat dan doa nya, mungkin aku sudah putus asa. Dengan suami akhirnya aku pelan2 berani melangkah hari ke hari, dengan penuh harapan hingga akhirnya 3 tahun kemudian baru kami kembali diberikan kepercayaan kembali. Akhirnya Alhamdulillah pd Januari 2019 aku hamil kembali utk ke dua kalinya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar