Dear Readers...

Dear Readers...
Sebelumnya makasih banyak-banyak buat semua yang udah sempetin mampir ke blog ini,, sebenernya entah apakah blog ini bisa berguna atau ngga buat teman-teman semua atau ngga,, soalnya yang saya tulis disini cuma sekedar apa-apa yang saya pikirin dan rasain,, :) Blog ini pun sebenarnya kelanjutan dari blog saya sebelumnya yang ini -- click >>> blog.

selamat membaca.. semoga berguna yaa,, ^_^ dan terima kasih..

Sabtu, 14 Februari 2015

Apakah Menikah sama dengan Pacaran? (Renungan)

- Apakah menikah sama dengan pacaran? -


Keyword: "Is Marriage Like Dating? - Nouman Ali Khan"


Ketika ditanya tentang konsep pernikahan, mungkin yang kita bayangkan adalah segala hal yang indah. Cobaan yang sebelumnya ada akan hilang, kehidupan bahagia, indahnya membaca Quran berdua bersama pasangan, dunia serasa milik berdua. Begitu bukan?


Konsepsi kita tentang pernikahan sudah banyak dicemari oleh pemikiran modern, dimana yang ada hanyalah kesenangan. Jika kesulitan melanda, kita tinggal pergi begitu saja. Itu sebenarnya adalah konsep dari pacaran.


Bukankah menikah itu hal yang jauh lebih besar dibanding sekadar pacaran?


Akan ada hambatan, kesulitan, kita harus memahami kebiasaan pasangan, memahami keluarga pasangan, dsb. Biasanya ini terjadi setelah menikah selama beberapa tahun, karena yang terpikir di awal pernikahan adalah, "Aku sayang dia, apapun yang dia lakukan dapat kuterima...". Namun setelah beberapa waktu, masalah kecilpun dapat menjadi besar. Hal ini tidak terjadi dalam pacaran, karena biasanya ketika kita bosan dengan seorang pacar, tinggal diputuskan lalu cari yang baru.


Menikah tidak sama dengan pacaran, menikah adalah sebuah komitmen yang sangat serius, bahkan Alquran menggunakan terminologi yang sangat kuat untuk hal ini;


وَالْمُحْصَنٰتُ, مُحْصِنِينَ


Kata "Ihssan" dalam bahasa Arab digunakan sebagai istilah untuk menempatkan seseorang di dalam benteng. Konsepnya adalah kondisi di luar benteng berbahaya, maka ada seseorang yang harus ditempatkan di dalam benteng. Siapa orang tersebut? Ialah sang istri. Siapa bentengnya? Tentu sang suami. Kondisi bahaya apa yang dimaksud? Segalanya. Mulai dari kesedihan, kesulitan, pendidikan, dan lainnya.


Jadi, ketika menikahi seseorang dengan alasan yang salah, hanya untuk memuaskan nafsu hormonal, maka kehidupan kedepan akan sulit dan menyedihkan. Namun ketika pernikahan diniatkan untuk menjalankan sunnah Allah, membentuk keluarga rabbani untuk menebar kebaikan di masyarakat, Insya Allah, Allah akan membantu.


Prinsip pernikahan yang harus digarisbawahi adalah;

"Pikirkan tanggung jawab yang kamu emban, lupakan hak yang harusnya kamu terima."


Mungkin terlihat sangat keras, namun hal tersebut harus dicoba. Untuk suami misalnya, pikirkan apa yang sedang dibutuhkan sang istri? apa yang dapat dilakukan? kado apa yang cocok untuknya? Ketika sang istri berbuat salah, cepat lupakan dan maafkan, dsb.


Karena seharusnya kita tahu, ketika berekspektasi banyak kepada sesama manusia, termasuk kepada pasangan, kita mungkin akan kecewa. Ketika kita terus menuntut kepada pasangan agar berlaku lemah lembut, selalu menemani, selalu tersenyum, dsb, hal tersebut tidak akan berakhir dan akan berujung pada kekecewaan.


Kepada siapa orang beriman harusnya berharap? Tidak lain hanyalah kepada Allah, bukan kepada manusia. Manusia adalah makhluk yang lemah, tidak akan mampu memenuhi semua ekspektasi terhadap dirinya.


Ketika kita sudah terbiasa dengan prinsip di atas, lalu pasangan kita melakukan sesuatu yang kecil untuk kita, apa yang terjadi? Kita akan sangat bersyukur, bertambah rasa kasih sayangnya, bersyukur menjadi pasangannya... Karena sebenarnya kita tidak mengharap apapun darinya :)


Barakallahu lii wa lakum...



*tulisan diatas didapat dari Group Bridesister..*

^_^

Thank you for sharing many good things girls..

.:amaawe:.

Sent from Yahoo Mail on Android

Tidak ada komentar:

Posting Komentar